“Black Rebel Motorcycle Club (BRMC) sebuah band rock Amerika asal San Fransisco, California yang sekarang menetap di Los Angeles” begitulah deskripsi singkat tentang BRMC menurut Wikipedia. Tapi kenyataannya mereka terlihat lebih dari sekedar band rock biasa—baik dari sisi attitude atau cara pemikirannya—dalam rangkaian promo tour album ‘Specter At The Feast’ kemarin. Kesan ramah, humble, dan baik hati dilontarkan oleh para fans secara bertubi-tubi yang berinteraksi langsung setelah meet and greet bersama BRMC. Jauh berbeda dengan situasi diatas panggung.
Hujan memang sudah membasahi Bandung dan sekitarnya sebelum pertunjukan mulai. Namun tak mengurungkan niat para fans BRMC yang sedari sore hari sudah bergerumul di pintu masuk teater tertutup Dago Tea House (*semula direncanakan di Eldorado, namun karena satu dan lain hal akhirnya berubah venue H-6). Sebelum BRMC mengeksekusi panggung, kita pun diperdengarkan referensi-referensi band yang menjadi inspirasi mereka. Lampu mati total, para personil itu masuk langsung melibas dengan “Let the Day Begin”, lagu milik The Call yang juga merupakan single pertama ‘Specter At The Feast’.
“Beat the Devil Tattoo” menambah riuh suasana bersama suguhan genitnya tata lampu guna memanjakan mata. Seraya mengikuti ritme permainan drum enerjik Leah Shapiro. Lalu Peter Hayes mengambil alih komando Robert Levon Been yang saling bertukar instrumen saat membawakan “Rival”, “Ain’t No Easy Way”, dan “Hate The Taste” tanpa diberi kesempatan menghela nafas untuk istirahat. Koor massal terjadi dan memang suatu hal wajib sewaktu mengumandangkan “Berlin”. Mengembalikan nuansa garage rock dengan semangat milenium (baca: baru) dalam musikalitasnya.
Aura kebosanan mulai terasa di tengah acara, crowd terlihat lebih asik menggunakan gadget masing-masing. Mendokumentasikan alih-alih takut kehilangan moment yang tentunya bisa dinikmati kembali seusai konser. Ternyata aura tersebut memang sudah tercium Rob sejak “Lullaby”, “In Like The Rose”, “Red Eye And Tears” dinyanyikan. Saat aksi solo-guitar Peter di “Six Barrel Shotgun”, membuat Rob duduk sambil memikirkan strategi apa yang bisa menyuntik kembali semangat penonton ini? Tanpa pikir panjang akan konsekuensi yang diterimanya, ia membuka tali pembatas dan mengajak mereka yang berada di bibir panggung naik keatas untuk bernyanyi bersama. Terlihat gelagat kewalahan panitia menghalau aksi pemberontakan tersebut. Dan “Spread Your Love” dipilih menjadi lagu sebelum encore.
Disenandungkan secara akustik saat “Complicated Situation”, “Shuffle Your Feet” berlangsung yang jauh dari kata sendu. Dibawakan oleh Rob dan Peter menggunakan gitar akustik andalannya membuat encore ini terlihat tidak biasa. Leah pun terlihat bergabung saat sesi tersebut mau berakhir. Digeber kembali dengan “Whatever Happened to My Rock and Roll” sebuah lagu akan kejengahan musik era sekarang. Klimaksnya mereka membawakan “Sell It” sebagai penutup konser.
Penampilan konsernya sukses besar yang bisa kalian baca sendiri dari pertunjukannya malam ini. Memiliki sisi pemberontak diatas panggung namun bisa merangkul secara hangat fansnya diluar itu. Dua kemungkinan yang jarang bisa dilakukan band rock manapun sewaktu jam terbangnya terbilang padat. Itulah hal yang kami bicarakan di awal paragraf. Bahwa mereka lebih dari sekedar band rock biasa. Luar biasa? Hampir menyentuh. Dan konser ini berada di urutan kedua konser terbaik selama tahun 2013 versi kami.
Setlist:
Let The Day Begin
Beat The Devil Tattoo
Rival
Ain’t No
Hate The Taste
Berlin
Returning
American X
Screaming Gun
Love Burns
Conscience Killer
Stop
Weight Of The World
Lullaby
In Like The Rose
Red Eye And Tears
Six Barrel Shotgun
Spread Your Love
——-Encore———
Complicated Situation
Mercy
What Happened To My Rock N Roll
Sell It
Photos by : Haviz Maulana X Robby Wahyudi Onggo
