Seperti sudah menjadi tradisi, beberapa portal berita musik selalu melayangkan urutan-urutan “Best Album” tiap tahunnya. Untuk tahun 2013 sendiri, peringkat pertama didominasi oleh Kanye West dengan albumnya yang bertajuk Yeezus. Redaksi kami juga memiliki tradisi serupa. Namun, bukan berdasarkan survey ataupun riset. Kami membongkar kembali kumpulan CD di raknya, membuka lagi email-email bagi kalian yang sudah mengirimkan album penuh ataupun mini-album, lalu mendengarkan ulang. Maklum belakangan ini kami (Deathrockstar) jarang terlihat produktif mengulas album-album terkini. Tapi, bukan berarti juga ketinggalan berita akan rilisan-rilisan berpotensi hebat. Berikut kesepuluh album yang sengaja kami saring dalam ulasan singkat kali ini.
Barefood – Sullen (EP, Anoa Records)
Banyak yang menyandingkan Barefood sebagai blue print baru Dinosaur. Jr. Yang dimana fuzz-rock kotor sudah mendarah daging dalam karakter musiknya. Terdengar kental di ‘Droning’ ataupun single mereka ‘Perfect Colours’, sambil menyanyikan lirik bagian reff yang sarat akan pengontrolan diri. Atau bila kalian kangen dengan balada dari Yuck (formasi awal) bisa dengarkan ‘Sullen’sebagai sedatifnya. Band yang berpersonilkan Rachmat Triyadi (Vokal, Bass), Ditto Pradwito (Vokal, gitar) memang sudah terdengar di awal tahun 2010 kemudian Anoa Records mengambil langkah tepat untuk memproduksi materi-materi baru. Toh, dampaknya mereka sukses menjadi band paling ditunggu-tunggu di setiap perhelatan musik beberapa minggu/bulan kemarin sehabis melepas mini-album ini.
Bikinies – Self Titled (EP)
Setelah berhasil melewati fase bergonta-ganti personil, akhirnya Bikinies dapat merampungkan EP perdananya saat memasuki usia yang kesepuluh. Berisikan empat lagu dan satu lagu remix dari DJ Random (seorang DJ Drum n Bass ternama). Terpengaruh dari berbagai band riot girl lokal dan internasional, Bikinies dapat mengajak hasrat untuk ber-moshing ria di tempat saat lagu ‘Come On’, ‘Dance Floor Mafia’, dan ‘My Ex Boyfriend’ nyangkut di memori kalian. Dan, ‘Like A Bottle Of Beer’ adalah lagu paling seksi serta emosional diantara ketiga lagu gahar lainnya.
Cotswold – Self Titled (EP, Tsefula/Tsefuelha Records)
Bersama distorsi gitar kaya akan reverb, feedback mulai ‘mengusik’ pergerakan musik Surabaya sejak setahun kemarin. Cotswolds nama yang diambil dari sebuah destinasi wisata terletak di ranah Britania Raya, menceritakan sebuah dataran tinggi, terlihat asri berpadu antara perbukitan, perkebunan dan pondok yang tandus. Mereka meyakini bahwa musik yang Cotswolds bawakan lebih kelam dari ilustrasi yang baru saja kita bicarakan. Mengakui belum menemukan jati diri dalam musikalitasnya, tapi 4 track ini padat terasa ditelinga dengan irama post-punk 70’an. Karakter vokal bariton dengan efek echo mengawang sepanjang lagu “European Ocean” —sekilas mengingatkan kepada Craig Lorentson (Lowlife)— ditambah aransemen yang mendukung untuk menarik selimut saat kondisi cuaca sedang mendung.
Frau – Happy Coda (Cakrawala Records)
Kembalinya Frau menghasilkan satu karya baru, membuat para penikmat musik yang sudah lama menantikannya merasa terobati setelah beberapa tahun belakang vakum dan tak mendengarkan—apalagi menyaksikan—pertunjukan dari perempuan yang memiliki nama asli Leilani Hermiasih ini. Happy Coda sendiri menyajikan permainan variatif di setiap lagunya, jari jemari lentik wanita itu menari memencet tuts piano. Merepresentasikan partitur khas Regina Spektor sampai irama dasar pada musik Jawa Tengah di ‘Tarian Sari’. Bernyanyi dengan merdu kadang juga centil seraya jenis musik apa yang dimainkan. Seenggaknya, album ini membayar lunas penantian panjang paska dirinya menyatakan kembali hiatus untuk meneruskan pendidikannya di luar negeri.
Glovves – Fictional Stranger (EP)
Sedari duo ini terbentuk, kami kira hanya proyek iseng belaka dan tidak ada niatan akan diseriuskan. Tapi nyatanya Glovves sukses memberi penyegaran baru di ranah musik ‘independent’ lewat Fictional Stranger. Berformasikan Herald Reynaldo (Vokal/Gitar dari L’alphalpha) dan Wing Narrada Putra (Synthesizer/Looping dari Maverick) berhasil memadukan RnB dengan sedikit formula Indie-rock dalam musiknya. Kalian bisa lupakan dulu gambaran Justin Timberlake sewaktu masih tergabung dalam N’SYNC, mereka bisa memberi jauh dari ekspetasi kalian lewat suara-suara seksinya. Coba dulu dengan ‘Why Oh You (Hard To Get)’ mendengarnya sambil menutup mata, pasti selanjutnya kalian akan ada niatan untuk ‘keramas’.
Morfem – Hey, Makan Tuh Gitar!
Hampir memakan waktu empat tahun sejak kesuksesan album dahulunya, Indonesia, kini satu lagi kuintet fuzzy-rock ibukota, Morfem, kembali menyuguhkan album terbaru kepada fans mereka bertajuk Hey, makan tuh gitar! Memang tidak ada perubahan signifikan semenjak Yanu Fuadi (the Porno) masuk menggantikan Bramasta.J.Sasongko pada posisi bass. Lirik-lirik yang lebih terdengar seperti bercerita, memang sudah menjadi ciri khas Jimi Multhazam berselimutkan feedback gitar Pandu Fahtoni, yang hampir mendominasi dinding-dinding di seluruh lagu. Lalu, mencoba bereksplorasi dengan surf-punk, “Legenda Berbalut Ngeri” ataupun wahana psychedelic di “Era Gelap Sirna” memberi nuansa berbeda pada album ini.
Indische Party – Self Titled
Mengusung semangat akar musik rock, yaitu Blues, Indische Party yang beranggotakan Jaffar pada vokalis, Andre Idris di gitar, Yakobus di bass, serta Tika pada drum, mengajak kembali menikmati romantisme musik di era zaman keemasannya Rock n Roll lewat album perdananya. Permainan apik beat-beat boogie woogie ditambah aksen backbeat yang hampir diisi seluruhnya dengan pukulan snare drum dari seorang drummer perempuan berparas cantik, dipadukan permainan apik dari additional keyboard dengan tone khas keyboard klasik serta aksi sang vokalis yang enerjik berdansa layaknya Mick Jagger.
Sigmun – Cerebro (EP, The Bronze Medal Records)
Band pemuja Led Zeppelin dan memberhalakan Black Sabbath ini memang sudah sering malang melintang di perhalatan musik lokal. Sebuah tajuk Cerebro yang melekat akan organ tubuh terpenting manusia memang sengaja dipilih sesuai karakter musik mereka, Freudian Blues Rock. Bayangkan saja dalam kurun waktu enam jam, EP Cerebro dari Sigmun yang dirilis oleh The Bronze Medal Records (label rekaman independen lokal) sudah terjual habis tanpa sisa. Mulai bereksplorasi dengan sound drone yang merambat layaknya suara gitar Stephen O’Malley, lalu memanaskan roket untuk melandas ke antariksa lewat “Ring Of Saturn”. Ada pula pelesetan album Pink Floyd, Atom Heart Mother, yang dirubah menjadi ‘Atom Heart Father’ yang terdengar lebih bluesy.
The S.I.G.I.T – Detourn (FFWD Records)
Barisan riff repetitif pencuci otak, refrain melengking pemantik koor massal, hingga balada picisan pengiris hati, adalah tiga hal yang sebenarnya bisa dengan mudah kita temukan pada rilisan-rilisan The SIGIT yang terdahulu. Sekilas memang seperti tak ada hal baru yang ditawarkan oleh Detourn. Untungnya, empat pemuda dalam tubuh The SIGIT tahu persis bahwa tujuh tahun –terhitung sejak tahun dirilisnya Visible Idea of Perfection– adalah durasi waktu yang terlalu lama untuk dihabiskan demi sebuah album yang sia-sia. Dan memang, di balik formula yang sebenarnya tidak jauh berbeda, Detourn tetap saja menyimpan sejumlah kejutan pada momen-momen yang tak terduga.
Tigapagi – Roekmana Repertoire (Helat Tubruk)
Tigapagi (sebuah nama yang indah) adalah band folk yang kental dengan nuansa keroncong akustik membawakan secara medley lagu-lagunya sesuai repertoire yang mereka ciptakan ini secara sendu berdurasi satu jam penuh. Bercerita tentang tokoh sentral bernama Roekmana (seorang maestro gitar bagi para personil) mencari anaknya yang hilang, bertemu seorang gadis, berlatarkan masa pergolakan bangsa Indonesia di September, 1965. Nada-nada pentatonik menyayat dan kelam bersamaan lirik puitis dari Sigit.
Kalian bisa dengarkan lagu-lagu per tiap album yang sudah kami kompilasikan dalam bentuk mixtape akhir tahun berikut ini:
Note:
Review The SIGIT – Detourn oleh Risyad Tabattala
Review Indische Party – Self Titled oleh Haviz Maulana